Cita-Cita Tertinggi (Serial Khotbah Jum’at)
Oleh: Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA
Khutbah Pertama:
الحمد
لله الذي جعل حنات الفردوس لعباده المؤمنين نزلاً، ونوّع لهم الأعمال الصالحة
ليتخذوا منها إلى تلك الجنات سبلاً، ونشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له،
خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملاً، ونشهد أن محمداً عبده ورسوله الذي
شمّر للِّحاق بالرفيق الأعلى، والوصول إلى جنات المأوى، ولم يتخذ سواها شغلاً، صلى
الله عليه وعلى آله وأصحابه والتابعين لهم بإحسان ما تتابع القطر والندى، وسلم
تسليما مزيداً..
أما
بعد، أيها الناس، اتقوا الله تعالى “وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133)
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ
وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134) وَالَّذِينَ
إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ
فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ
يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (135) أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ
مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ (136)”. (سورة آل عمران).
Jama’ah Jum’at rahimakumullah…
Mari kita tingkatkan ketaqwaan kita
kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang
sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan
Rasul-Nya shallallahu’alaihi wasallam serta
menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam.
Jama’ah Jum’at yang dirahmati
oleh Allah..
Bila anak-anak kita ditanya tentang
cita-citanya, niscaya jawaban mereka akan sangat beragam. Ada yang ingin
menjadi pilot, dokter, dosen, jenderal, bos perusahaan dan cita-cita tinggi
lainnya. Tidak heran bila demikian jawaban mereka, sebab mereka selalu
mendapatkan nasehat, “Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit”.
Namun, pernahkah kita mendidik
anak-anak kita untuk memiliki cita-cita yang jauh lebih tinggi dibanding
berbagai cita-cita di atas?
Apakah cita-cita tertinggi itu?
Bagaimana pula jalan untuk meraihnya?
Sebelum menjawab berbagai pertanyaan
tersebut, mari kita simak kisah menarik berikut ini:
Jama’ah Jum’at yang kami
hormati…
Kisah ini menceritakan tentang seorang
pria dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam. Beliau bernama Rabi’ah bin Ka’ab al Aslami radiyallahu ‘anhu. Ia adalah seorang yang sangat fakir,
tidak memiliki rumah, dan biasa tidur di emperan Masjid Nabawi. Namun dia
senantiasa mengisi waktunya untuk berkhidmat kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Kisah selengkapnya akan kita dengarkan
dari sang pelaku sejarah sendiri. Rabi’ah bin Ka’ab al Aslami radhiyallahu ‘anhu bertutur, “Dahulu aku biasa
melayani Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.
Aku menyelesaikan dan memenuhi keperluannya sepanjang siang, sampai beliau
melaksanakan shalat Isya’, kemudian aku duduk di sisi pintunya ketika beliau
masuk ke dalam rumahnya. Aku berkata kepada diriku, mungkin Rasulullah memiliki
keperluan (sehingga aku sudah siap melayaninya). Aku terus mendengar beliau
mengatakan, “Subhanallah, subhanallah, subhanallah
wabihamdihi”, sehingga aku lelah kemudian aku pulang atau aku
dikalahkan oleh kantukku sehingga aku tertidur di sana.
Karena melihat semangat dan
kesungguhanku dalam membantu dan melayani beliau, pada suatu hari beliau
berkata kepadaku,
“Mintalah kepadaku wahai Rabi’ah!
Niscaya aku akan memberimu”.
Mendengar tawaran itu aku berkata
kepada beliau, “Biarkan aku berpikir dahulu wahai Rasulullah! Besok-besok aku
beritahukan padamu”.
Maka akupun merenung dan menyadari
bahwa dunia itu fana dan akan sirna. Aku juga telah memiliki rezeki yang sudah
ditentukan, yang akan mencukupiku dan mendatangiku.
Setelah merenung dan memikirkannya,
akhirnya Rabi’ah mencapai suatu keputusan seraya bergumam, “Kalau begitu aku
akan meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam untuk
akhiratku. Sesungguhnya beliau memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah”.
Maka akupun mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Tatkala berjumpa dengan
beliau, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam
berkata kepadaku, “Apakah keinginanmu wahai Rabi’ah?”
Aku menjawab,
“نَعَمْ يَا رَسُولَ
اللهِ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَشْفَعَ لِي إِلَى رَبِّكَ فَيُعْتِقَنِي مِنَ النَّارِ”
“Wahai Rasulullah, aku meminta kepadamu
agar engkau memberi syafaat kepadaku di sisi Rabb-mu agar Dia membebaskanku
dari api neraka”.
Dalam riwayat Imam Muslim, Rabi’ah
berkata,
“أَسْأَلُكَ
مُرَافَقَتَكَ فِى الْجَنَّةِ”
“Aku memohon agar dapat menemanimu di
Surga”. (Subhanallah…..!)
Mendengar permohonanku itu,
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallambertanya,
“Siapakah kiranya yang telah menyuruhmu untuk meminta hal ini?”.
Rabi’ah menjawab, “Demi yang mengutusmu
dengan kebenaran, tidak ada seorangpun yang menyuruhku. Namun tatkala engkau
berkata, ‘Mintalah kepadaku niscaya aku akan memberimu’, sedangkan engkau
memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah, maka akupun berpikir dalam diriku,
“Aku sadar bahwa dunia ini fana dan akan sirna. Sedangkan di dunia aku telah
memiliki rezeki yang sudah ditentukan yang akan mencukupiku dan mendatangiku.
Maka akupun memutuskan, “Kalau begitu aku akan meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallamuntuk akhiratku”.
Mendengarkan penjelasanku beliau
berdiam sejenak, kemudian berkata kepadaku,
إِنِّي
فَاعِلٌ، فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Aku akan memenuhi permintaanmu. Tetapi
bantulah aku untuk mewujudkan permintaanmu dengan engkau perbanyak sujud (shalat)“.
HR. Ahmad. Dan para muhaqqiq kitab Musnad menyatakan hadits ini hasan.
Sidang Jum’at rahimakumullah…
Itulah cita-cita tertinggi seorang
muslim. Diselamatkan dari api neraka agar dapat menikmati indahnya surga yang
seluas langit dan bumi.
Menemani sang kekasih di surga Firdaus.
Itulah seharusnya cita-cita yang selalu
kita tanamkan dalam jiwa kita dan kita ajarkan kepada putra-putri kita
tercinta.
Sebab itulah kesuksesan yang hakiki.
Sebagaimana ditegaskan Allah ta’ala,
فَمَنْ
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
Artinya: “Barang siapa dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke surga;
sungguh ia telah sukses”. QS. Ali Imran: 185.
Adapun dunia yang kita tinggali saat
ini, adalah tempat kita mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk membeli
surga Allah ta’ala.
وَتَزَوَّدُوا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
Artinya: “Kumpulkanlah bekal! Karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa”. QS. Al-Baqarah (2): 197.
Kaum muslimin dan muslimat yang
berbahagia…
Surga adalah cita-cita yang tinggi,
bahkan teramat tinggi. Setiap cita-cita tinggi pasti membutuhkan perjuangan
maksimal dan pengorbanan total. Tidak ada cita-cita mulia yang didapatkan
dengan santai berpangku tangan dan duduk berleha-leha.
أَلاَ
إِنَّ سِلْعَةَ اللهِ غَالِيَةٌ، أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللهِ الجَنَّةُ.
“Ketahuilah bahwa barang dagangan Allah itu
mahal. Dan ketahuilah bahwa barang dagangan Allah itu surga”. HR. Tirmidzy dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Dan sanad hadits ini dinilai sahih oleh al-Hakim.
Karena itulah, ketika Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu mengungkapkan keinginannya
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk
masuk surga, beliau tidak serta merta mengabulkan permintaannya. Namun beliau
menjawab,
فَأَعِنِّي
عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Bantulah aku untuk mewujudkan
permintaanmu dengan engkau perbanyak sujud (shalat)“.
Nasehat nabawi ini mengajarkan pada
kita bahwa cita-cita mulia itu berbeda dengan angan-angan kosong belaka.
Cita-cita itu membutuhkan pengorbanan. Sedangkan angan-angan kosong itu
hanyalah bualan mimpi yang hanya ada di benak belaka. Tidak ada wujudnya di
alam nyata.
أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه
إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحمد
لله وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده؛
Jama’ah Jum’at rahimakumullah…
Untuk membantu manusia meraih negeri
keabadian surga Firdaus, Allah ta’ala membekali
masing-masing dari kita potensi yang berbeda-beda. Tergantung apakah kita
berhasil memanfaatkan potensi masing-masing atau tidak?
Ada yang dibekali Allah ta’ala kekayaan harta yang melimpah ruah. Maka
beruntunglah orang-orang yang berhasil memanfaatkannya untuk membeli surga
Allah dengan harta tersebut. Ia infakkan hartanya di jalan Allah. Untuk
memakmurkan masjid, lembaga pendidikan Islam, majlis taklim, menyantuni anak
yatim, membantu kaum fakir dan miskin.
“إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ
الْجَنَّةَ”
Artinya: “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri
maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”. QS.
At-Taubah (9): 111.
Ada pula yang dibekali Allah ta’ala ilmu pengetahuan agama yang luas. Maka
beruntunglah orang-orang yang selalu mensedekahkan ilmunya tanpa lelah. Siang
dan malam tanpa bosan berdakwah dan mengajak umat manusia ke jalan Allah yang
lurus. Sehingga ilmu tersebut akan mengalirkan pahala yang begitu deras
padanya, selama ilmu tersebut masih bermanfaat.
“مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ
فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ”
“Barang siapa mengajarkan kebaikan maka ia
akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya”. HR. Muslim dari Abu Mas’ud al-Anshary radhiyallahu ‘anhu.
Ada juga yang dikaruniai Allah ta’ala amanah jabatan. Maka beruntunglah bila
mereka memanfaatkan kedudukan tersebut untuk mensejahterakan rakyatnya. Bukan
hanya kesejahteraan jasmani saja, namun juga kesejahteraan rohani mereka.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mengingatkan,
“كُلُّكُمْ رَاعٍ
وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ؛ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ…”
“Masing-masing kalian adalah pemimpin dan
semua akan ditanya tentang bawahannya. Penguasa adalah pemimpin dan ia akan
ditanya tentang rakyatnya…” HR. Bukhari dan Muslim.
Selain itu ada pula yang dibekali oleh
Allah fisik yang sehat dan tenaga yang kuat. Maka beruntunglah orang-orang yang
memanfaatkan kelebihan itu untuk beribadah dengan tekun, berjuang membela agama
Allah dan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan tenaganya.
Imam Malik rahimahullah berpetuah,
إِنَّ
اللهَ قَسَمَ الأَعْمَالَ كَمَا قَسَمَ الأَرْزَاقَ، فَرُبَّ رَجُلٍ فُتِحَ لَهُ
فِي الصَّلاَةِ، وَلَمْ يُفتَحْ لَهُ فِي الصَّوْمِ، وَآخَرَ فُتِحَ لَهُ فِي
الصَّدَقَةِ وَلَمْ يُفتَحْ لَهُ فِي الصَّوْمِ، وَآخَرَ فُتِحَ لَهُ فِي
الجِهَادِ
“Sesungguhnya Allah membagi-bagi amalan
seperti Dia membagi-bagi rizki. Ada orang yang kuat untuk berlama-lama
menunaikan shalat sunnah namun tidak kuat untuk berpuasa. Ada pula yang mampu
untuk banyak-banyak bersedekah, namun tidak mampu untuk berpuasa. Ada juga yang
diberi keberanian untuk berjihad.
أَلاَ
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا -رَحِمَكُمُ الله- عَلَى الْهَادِي الْبَشِيْر،
وَالسِّرَاجِ الْمُنِيْر، كَمَا أَمَرَكُمْ بِذَلِكَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْر؛
فَقَالَ فِي مُحْكَمِ التَّنْـِزْيل “إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها
الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما”
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على
إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما
باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.
ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا
لنكونن من الخاسرين
ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان
ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم
ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من
لدنك رحمة إنك أنت الوهاب
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا
عذاب النار
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن
تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
أقيموا الصلاة…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar